Biografi Syuraih Al Qadhi
Nama lengkapnya Syuraih bin Harits bin Qais bin Jahm Al Kindi, biasa dipanggil Abu Umayyah. Ia lahir tahun 42 sebelum hijrah. Ia termasuk seorang ulama besar dan hakim tersohor di awal era Islam.
Umar bin Al Khathab pernah mengangkatnya sebagai hakim di Bashrah, kemudian di Kufah. Jabatannya ini tetap dikukuhkan oleh Utsman bin Affan, lalu Ali bin Abi Thalib, kemudian Mu’awiyyah bin Abi Sufyan. Ia menjabat sebagai hakim selama 60 tahun. Sesudah itu, ia mengajukan pengunduran diri kepada Al Hajjaj, dan dikabulkan pada tahun 77 Hijriyah.
Para ulama sepakat bahwa Syuraih termasuk seorang perawi yang tsiqah dan hadits hadits riwayatnya dapat dijadikan sebagai hujjah. Ia pernah memenangkan perkara suatu kaum yang pernah berselisih dengan anaknya.
Suatu hari, anaknya menemuinya dan berkata, "Saya sedang berselisih dengan suatu kaum, maka putuskanlah perkara yang sedang kami perselisihkan. Jika saya yang terbukti benar, maka saya tidak akan mengajukan mereka ke meja hijau. Jika saya yang terbukti salah, maka saya tidak akan mengajukan perkara ini ke pengadilan."
Kemudian anaknya menceritakan perkaranya, "Pergi dan temuilah mereka dan ajukanlah perkaramu ini ke pengadilan." Pada saat sidang di pengadilan, Syuraih ternyata memutuskan bahwa anaknya yang bersalah. Setelah sampai di rumah, anaknya berkata, Seandainya saya tidak meminta saran dari bapak, maka saya tidak akan menghadapi masalah seperti ini.
Syuraih menjawab, "Wahai anakku, Ananda lebih kucintai dari bumi dan seisinya, tapi bagiku, Allah lebih mulia dari kamu. Aku khawatir memberitahu kalau kamu yang menang, sehingga kamu akan berdamai dengan mereka, dan akhirnya kamu mengambil sebagian hak mereka."
Ia pernah mengatakan, "Apabila aku tertimpa musibah, maka aku akan bersyukur kepada Allah sebanyak empat kali. Pertama, aku bersyukur tidak tertimpa musibah yang lebih besar dari musibah yang menimpaku. Kedua, aku bersyukur jika Dia menganugerahiku kesabaran dalam menghadapinya. Ketiga, aku bersyukur jika Dia membimbingku untuk mengucapkan istirja’ (Inna lillahi wa inna ilahi raji’un), sehingga aku mengharap pahala darinya. Keempat, aku bersyukur jika Dia tidak menjadikan musibah itu dalam agamaku.
Ia meriwayatkan hadits dari Umar bin Al Khathab, Ali bin Abi Thalib, Ibnu Mas’ud, dan Zaid. Di antara perawi yang meriwayatkan hadits darinya adalah Murrah Ath Thayyib, Asy Sya’bi, Ibnu Sirin, dan lainnya. Hadits hadits riwayatnya diriwayatkan oleh Al Bukhari dan An Nasa’i.
Syuraih Al Qadhi meninggal di Kufah pada tahun 78 Hijriyah dalam usia 120 tahun.
Kata Kunci:
syuraih al qadhi dalam memutuskan perkara selalu bersikap adil yang berarti, syuraih al qadhi, kisah syuraih al qadhi, biografi syuraih al qadhi