Kisah Hafshah binti Umar
Hafshah binti Umar bin Khathab adalah putri seorang laki-laki yang paling baik dan mengetahui hak-hak Allah dan kaum Muslim. Umar ibn Khathab adalah seorang penguasa yang adil dan memiliki hati yang sangat berbakti. Pernikahan Nabi Muhammad ﷺ dengan Hafshah merupakan bukti cintanya kepada seorang mukmin yang menjanda setelah ditinggal suaminya, Khunais bin Hudzafah As-Sahami, yang sedang berjihad di jalan Allah, pernah hijrah ke Habbasyah, lalu ke Madinah dan di sana meninggal di Pertempuran Badar. Janda Hafshah berusia delapan belas tahun pada saat itu.
Mendengar kata-kata Umar, Nabi ﷺ membawa kabar gembira kepadanya dengan mengatakan bahwa Beliau ﷺ siap untuk menikah dengan Hafshah. Ketika kita menyebut nama Hafshah, ingatan kita akan terfokus pada pengabdiannya yang besar kepada umat Islam saat itu.
Nasab dan Waktu Pertumbuhan Hafsyah binti Umar
Nama lengkap Hafshah adalah Hafshah binti Umar bin Khaththab bin Naf'al bin Abdul Uzza bin Riyah bin Abdullah bin Qurt bin Rajah bin Adi bin Luay dari suku Arab Adawiyah.
Ibunya adalah Zainab binti Madh'un bin Hubaib bin Wahab bin Hudzafah, saudara perempuan Utsman bin Madh'un.
Hafshah lahir pada tahun yang sangat terkenal dalam sejarah kaum Quraisy, yaitu ketika Hajar Aswad diubah bentuknya menjadi aslinya oleh Nabi ﷺ, Ka'bah akan dibangun kembali setelah runtuh karena banjir. Pada tahun itu Fatimah Az-Zahra, putri bungsu dari empat putri Nabi ﷺ, juga lahir dan kelahirannya disambut olehnya dengan gembira.
Beberapa hari setelah kelahiran Fatimah, Hafshah binti Umar bin Khaththab lahir, ketika Umar mengetahui bahwa bayinya perempuan, Umar menjadi sangat marah dan kesal seperti biasa dengan orang tua Arab Quraisy ketika mereka mendengar berita kelahiran Fatimah. Andai saja kemudian Umar mengetahui bahwa kelahiran putrinya akan membawa kebahagiaan, tentunya Umar akan menjadi orang yang paling bahagia karena gadis yang bernama Hafshah itu nantinya akan menjadi istri Nabi ﷺ.
Thabaqat, Ibnu Saad berkata,
"Muhammad bin Umar berkata bahwa Muhammad bin Zaid bin Aslam, dari ayahnya, dari kakeknya, Umar, berkata, "Hafshah lahir ketika kaum Quraisy membangun Ka'bah, lima tahun sebelum Nabi Muhammad ﷺ diutus menjadi Rasul."
Sayyidah Hafshah Radhiyallahu 'Anha dibesarkan mewarisi kualitas ayahnya, Umar bin Khathab. Dia berbeda dari wanita lain dalam keberaniannya, kepribadiannya kuat dan pidatonya tegas. Aisyah menggambarkan bahwa sifat Hafshah sama dengan ayahnya. Kelebihan lain yang dimiliki Hafshah adalah kepintarannya dalam membaca dan menulis, padahal ketika itu kemampuannya belum lazim dimiliki oleh kaum perempuan.
Hafshah binti Umar Masuk Islam
Hafshah bukanlah salah satu orang yang pertama masuk Islam karena pada awal penyebaran Islam ayahnya, Umar bin Khathab masih menjadi musuh utama kaum muslimin hingga suatu saat Umar tertarik untuk masuk Islam. Ketika Islam saudara perempuannya, Fatimah dan suaminya, Said bin Zaid, Umar sangat marah dan bermaksud menyiksa mereka.
Sesampainya di rumah saudara perempuannya, Umar mendengar Al-Qur'an dibacakan dari dalam rumah dan kemarahannya mencapai puncaknya saat memasuki rumah. Dia memukuli mereka tanpa ampun sampai darah menyembur dari dahi mereka. Namun, hal yang tak terduga terjadi, hati Umar tergerak ketika melihat darah menetes dari dahi saudaranya, lalu dia mengambil Al-Qur'an yang ada di atasnya.
Saat dia membaca sebentar di awal Surah Taha, sebuah keajaiban terjadi. Hati Umar mulai diterangi cahaya kebenaran dan keimanan. Allah telah mengabulkan doa Nabi ﷺ, yang berharap agar Allah membuka hati salah satu dari dua Umar untuk masuk Islam. Yang dimaksud Rasulullah ﷺ dengan dua Umar adalah Amr bin Hisyam atau lebih dikenal dengan Abu Jahal dan Umar bin Khathab.
Setelah kejadian tersebut dia segera pergi dari rumah saudaranya ke Rasulullah ﷺ dan mendeklarasikan Islam di depan Nabi ﷺ. Umar bin Khathab bagaikan bintang yang mulai menerangi dunia Islam dan mulai mengibarkan bendera jihad dan memberi dakwah hingga beberapa tahun setelah wafatnya Rasulullah ﷺ. Usai mendeklarasikan Islam, Umar bin Khathab langsung menemui kerabatnya untuk mengajak mereka memeluk Islam. Semua anggota keluarga menerima ajakan Umar, termasuk Hafshah yang saat itu baru berusia sepuluh tahun.
Pernikahan dan Hijrah Menuju Madinah
Islamnya Umar membawa rejeki besar bagi umat Islam dalam menghadapi kekejaman kaum Quraisy. Kabar tentang Islamnya Umar memotivasi para Muhajirin di Habbasyah untuk kembali ke tanah air mereka setelah sekian lama ditinggalkan. Seorang pemuda bernama Khunais bin Hudzafah As-Sahami diantaranya.
Pemuda itu mencintai Rasulullah ﷺ seperti dia mencintai keluarga dan kampung halamannya. Dia berhijrah ke Habbasyah untuk menyelamatkan dirinya dan agamanya. Sesampainya di Mekkah ia langsung mengunjungi Umar bin Khathab dan di sana ia melihat Hafshah. Dia meminta Umar untuk menikahkan dia dengan Hafshah dan Umar setuju. Pernikahan antara Mujahid dan mukminah yang mulia juga dilakukan karena takwa.
Ketika Allah mencerahkan penduduk Yatsrib untuk menerima Islam, Rasulullah ﷺ menemukan dukungan baru yang dapat membantu umat Islam. Oleh karena itu, Beliau ﷺ mengizinkan kaum Muslim agar hijrah ke Yatsrib untuk melindungi iman mereka dan melindungi mereka dari siksaan dan kaum Quraisy. Dalam hijrah itu Hafshah dan suaminya pergi ke Yatsrib.
Cobaan dan Ganjaran Pahala dan Rasulullah
Setelah kaum Muslim berada di Madinah dan Nabi ﷺ berhasil menyatukan mereka menjadi satu garis yang kuat, sudah waktunya bagi mereka untuk menghadapi kaum musyrik yang memusuhi dan merampas hak-hak mereka. Selain itu, perintah Allah telah datang untuk memerangi kaum musyrikin.
Pertempuran pertama antara kaum Muslimin dan kaum musyrikin Quraisy adalah Perang Badar. Dalam pertempuran ini, Allah telah menunjukkan kemenangan kepada hamba-hamba-Nya yang shaleh, meskipun jumlah mereka masih sedikit. Khunais adalah salah satu anggota tentara Muslim dan dia menderita luka serius sekembalinya dari perang.
Hafshah selalu di sisinya dan menyembuhkan luka yang dideritanya, tetapi Allah ingin menyebut Khunais sebagai syahid dalam perang pertama melawan kejahatan dan kezaliman, sehingga Hafshah ditinggalkan sebagai janda. Saat itu Hafshah baru berusia delapan belas tahun, namun Hafshah memiliki kesabaran atas cobaan yang menimpa dirinya.
Umar sangat sedih karena anaknya menjadi janda di usia yang sangat muda, maka dalam hatinya ada niat untuk menikahkan Hafshah dengan seorang muslim yang taat untuk menenangkan hatinya. Untuk itu ia pergi ke rumah Abu Bakr dan bertanya apakah dia bersedia menikahi putrinya. Tapi Abu Bakar diam dan tidak bereaksi sama sekali.
Umar kemudian bertemu dengan Utsman bin Affan dan bertanya apakah dia siap untuk menikahi putrinya. Namun, saat itu Utsman masih berduka karena istrinya, Ruqayah binti Muhammad, baru saja meninggal dunia. Utsman pun menolak permintaan Umar. Umar sangat kecewa dengan sikap kedua sahabatnya itu, dan semakin sedih memikirkan nasib putrinya. Kemudian ia menemui Nabi ﷺ dengan maksud mengadukan sikap kedua sahabatnya itu.
Mendengar kata-kata Umar, Nabi ﷺ bersabda,
"Hafshah akan menikah dengan seseorang yang lebih baik daripada Utsman dan Abu Bakar. Utsman pun akan menikah dengan seseorang yang lebih baik daripada Hafshah."
Awalnya Umar tidak mengerti maksud perkataan Rasulullah ﷺ, namun karena kecerdasannya, dia mengerti bahwa Rasulullah ﷺ akan melamar putrinya, Hafshah binti Umar bin Khathab.
Umar merasa sangat terhormat mendengar niat Nabi ﷺ untuk menikahi putrinya dan kegembiraan tampak di wajahnya. Umar segera mendatangi Abu Bakar untuk menyampaikan maksud Rasulullah ﷺ. Abu Bakar Ash-Shiddiq berkata,
"Aku tidak bermaksud menolakmu dengan ucapanku tadi, karena aku tahu bahwa Rasulullah ﷺ telah menyebut-nyebut nama Hafshah, namun aku tidak mungkin membuka rahasia Beliau ﷺ kepadamu. Seandainya Rasulullah ﷺ membiarkannya, tentu akulah yang akan menikahi Hafshah."
Umar baru mengerti mengapa Abu Bakar menolak untuk menikahi anak perempuannya. Sedangkan sikap Utsman hanya karena sedih atas meninggalnya Ruqayah dan berniat menyunting saudaranya Ummu Kultsum agar silsilahnya tetap berhubungan dengan Rasulullah ﷺ. Setelah Utsman menikah dengan Ummu Kultsum, ia dijuluki dzunnuraini (pemilik dua cahaya). Pernikahan Rasulullah ﷺ dengan Hafshah lebih dilihat sebagai kecintaannya kepada Umar, apalagi Hafshah adalah janda dari seorang Mujahidin dan Muhajirin, Khunais bin Hudzafah As-Sahami.
Hafshah binti Umar Berada di Rumah Nabi ﷺ
Di rumah Nabi ﷺ, Hafshah menempati ruangan khusus, begitu pula Saudah binti Zam'ah dan Aisyah binti Abu Bakar. Secara manusiawi, Aisyah sangat cemburu kepada Hafshah karena mereka setara, lain halnya dengan Saudah binti Zum'ah yang menganggap Hafshah sebagai wanita mulia, putri Umar bin Khathab, sahabat Rasulullah ﷺ yang terhormat.
Umar mengerti betapa tinggi kedudukan Aisyah di hati Rasulullah ﷺ. Dia juga mengetahui bahwa orang yang menyebabkan kemarahan Aisyah adalah orang yang sama yang menyebabkan kemarahan Rasulullah ﷺ dan orang yang membuat Aisyah ridha kepada Rasulullah ﷺ. Umar pun meminta Hafshah untuk dekat dengan Aisyah agar tidak terjadi pertengkaran diantara keduanya.
Namun, sangat manusiawi ketika masih ada kesalah pahaman di antara mereka, yang bermula dari kecemburuan. Dengan lapang dada, Nabi ﷺ mendamaikan mereka tanpa menimbulkan rasa sakit di antara istri-istri mereka. Contohnya adalah kejadian ketika Hafshah melihat Mariyah Al-Qibtiyah datang menemui Nabi ﷺ untuk suatu masalah. Mariyah sedang jauh dari masjid dan Rasulullah ﷺ menyuruhnya untuk pergi ke rumah Hafshah yang kemudian pergi ke rumah ayahnya, dia melihat tirai kamarnya tertutup sementara Rasulullah ﷺ dan Mariyah ada di dalam.
Melihat kejadian itu, amarah Hafshah berkobar. Hafsyah berteriak marah. Rasulullah ﷺ berusaha membujuk dan menenangkan amarah Hafshah, bahkan bersumpah akan melarang Mariyah jika Mariyah tidak meminta maaf kepada Hafshah dan Nabi ﷺ meminta Hafshah untuk merahasiakan kejadian tersebut.
Wajar jika istri Nabi ﷺ cemburu kepada Mariyab karena dialah satu-satunya wanita yang melahirkan putra Nabi ﷺ setelah Siti Khadijah Radhiyallahu 'Anha. Peristiwa itu segera menyebar, padahal Rasulullah ﷺ telah memerintahkan agar rahasia itu ditutup-tutupi. Berita itu akhirnya diketahui oleh Rasulullah ﷺ sehingga Beliau ﷺ sangat marah.
Beberapa riwayat menyebutkan bahwa Nabi ﷺ menceraikan Hafshah setelah kejadian itu tetapi beberapa waktu kemudian mengembalikannya karena melihat ayah Hafshah, Umar, sangat resah.
Sementara riwayat lain menyebutkan bahwa Rasulullah ﷺ berencana menceraikan Hafshah namun Jibril mendekatinya untuk memerintahkan agar Hafshah tetap menjadi istrinya karena dia adalah wanita yang tabah.
Rasulullah ﷺ pun membela Hafshah sebagai istrinya, apalagi Hafshah sangat menyesali perbuatannya dengan mengungkap rahasia dan membuat marah Rasulullah ﷺ.
Umar bin Khathab mengingatkan putrinya untuk tidak membangkitkan kemarahan Nabi ﷺ dan untuk selalu menuruti dan mencari keridhaan Beliau ﷺ. Umar bin Khathab menempatkan ridha Nabi ﷺ sebagai tempat terpenting yang harus dilakukan Hafshah. Pada dasarnya Nabi ﷺ menikahi Hafshah karena melihat keberadaan Umar dan merasa kasihan kepada Hafshah yang ditinggalkan suaminya. Allah menurunkan ayat-ayat-Nya untuk mengantisipasi isu yang beredar. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman,
يٰۤاَ يُّهَا النَّبِيُّ لِمَ تُحَرِّمُ مَاۤ اَحَلَّ اللّٰهُ لَـكَ ۚ تَبْتَغِيْ مَرْضَا تَ اَزْوَا جِكَ ۗ وَا للّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ"Wahai Nabi ! Mengapa engkau mengharamkan apa yang dihalalkan Allah bagimu ? Engkau ingin menyenangkan hati istri-istrimu ? Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang." (QS. At-Tahrim 66 : Ayat 1)قَدْ فَرَضَ اللّٰهُ لَـكُمْ تَحِلَّةَ اَيْمَا نِكُمْ ۗ وَا للّٰهُ مَوْلٰٮكُمْ ۚ وَهُوَ الْعَلِيْمُ الْحَكِيْمُ"Sungguh, Allah telah mewajibkan kepadamu membebaskan diri dari sumpahmu, dan Allah adalah pelindungmu dan Dia Maha Mengetahui, Maha Bijaksana." (QS. At-Tahrim 66 : Ayat 2)وَاِ ذْ اَسَرَّ النَّبِيُّ اِلٰى بَعْضِ اَزْوَا جِهٖ حَدِيْثًا ۚ فَلَمَّا نَـبَّاَتْ بِهٖ وَاَ ظْهَرَهُ اللّٰهُ عَلَيْهِ عَرَّفَ بَعْضَهٗ وَاَ عْرَضَ عَنْۢ بَعْضٍ ۚ فَلَمَّا نَـبَّاَهَا بِهٖ قَا لَتْ مَنْ اَنْۢبَاَ كَ هٰذَا ۗ قَا لَ نَـبَّاَنِيَ الْعَلِيْمُ الْخَبِیْرُ"Dan ingatlah ketika secara rahasia Nabi membicarakan suatu peristiwa kepada salah seorang istrinya (Hafshah). Lalu dia menceritakan peristiwa itu (kepada Aisyah) dan Allah memberitahukan peristiwa itu kepadanya (Nabi), lalu (Nabi) memberitahukan (kepada Hafshah) sebagian dan menyembunyikan sebagian yang lain. Maka ketika dia (Nabi) memberitahukan pembicaraan itu kepadanya (Hafshah), dia bertanya, "Siapa yang telah memberitahukan hal ini kepadamu ?" Nabi menjawab, "Yang memberitahukan kepadaku adalah Allah Yang Maha Mengetahui, Maha Teliti." (QS. At-Tahrim 66 : Ayat 3)اِنْ تَتُوْبَاۤ اِلَى اللّٰهِ فَقَدْ صَغَتْ قُلُوْبُكُمَا ۚ وَاِ نْ تَظٰهَرَا عَلَيْهِ فَاِ نَّ اللّٰهَ هُوَ مَوْلٰٮهُ وَجِبْرِيْلُ وَصَا لِحُ الْمُؤْمِنِيْنَ ۚ وَا لْمَلٰٓئِكَةُ بَعْدَ ذٰلِكَ ظَهِيْرٌ"Jika kamu berdua bertobat kepada Allah, maka sungguh, hati kamu berdua telah condong (untuk menerima kebenaran), dan jika kamu berdua saling bantu-membantu menyusahkan Nabi, maka sungguh, Allah menjadi pelindungnya dan (juga) Jibril dan orang-orang mukmin yang baik, dan selain itu malaikat-malaikat adalah penolongnya." (QS. At-Tahrim 66 : Ayat 4)عَسٰى رَبُّهٗۤ اِنْ طَلَّقَكُنَّ اَنْ يُّبْدِلَهٗۤ اَزْوَا جًا خَيْرًا مِّنْكُنَّ مُسْلِمٰتٍ مُّؤْمِنٰتٍ قٰنِتٰتٍ تٰٓئِبٰتٍ عٰبِدٰتٍ سٰٓئِحٰتٍ ثَيِّبٰتٍ وَّاَبْكَا رًا"Jika dia (Nabi) menceraikan kamu, boleh jadi Tuhan akan memberi ganti kepadanya dengan istri-istri yang lebih baik dari kamu, perempuan-perempuan yang patuh, yang beriman, yang taat, yang bertobat, yang beribadah, yang berpuasa, yang janda dan yang perawan." (QS. At-Tahrim 66 : Ayat 5)
Cobaan Terbesar Hafsyah binti Umar
Hafshah selalu bertanya kepada Nabi ﷺ tentang berbagai hal dan hal ini membuat Umar marah kepada Hafshah, sedangkan Nabi ﷺ selalu memperlakukan Hafshah dengan kebaikan dan kasih sayang. Rasulullah ﷺ bersabda,
"Berwasiat lah kepada kaum wanita dengan baik."
Rasulullah ﷺ pernah sangat marah kepada istrinya ketika mereka meminta tambahan tunjangan dan begitu Umar datang ke rumah Rasulullah ﷺ, Umar melihat istri Rasulullah ﷺ tertekan dan sedih, tampaknya mereka memiliki pertengkaran antara mereka dan Rasulullah ﷺ.
Secara khusus Umar memanggil putrinya, Hafshah, dan memberitahunya untuk menjauhi perilaku yang dapat memunculkan amarah Rasulullah ﷺ dan menyadari bahwa Beliau ﷺ tidak memiliki banyak harta untuk diberikan kepada mereka. Karena marahnya, Rasulullah ﷺ bersumpah untuk tidak berkumpul dengan istri-istri Beliau ﷺ selama sebulan hingga mereka menyadari kesalahannya, atau menceraikan mereka jika mereka tidak menyadari kesalahan. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman,
يٰۤـاَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِّاَزْوَا جِكَ اِنْ كُنْتُنَّ تُرِدْنَ الْحَيٰوةَ الدُّنْيَا وَزِيْنَتَهَا فَتَعَا لَيْنَ اُمَتِّعْكُنَّ وَاُ سَرِّحْكُنَّ سَرَا حًا جَمِيْلًا"Wahai Nabi ! Katakanlah kepada istri-istrimu, "Jika kamu menginginkan kehidupan di dunia dan perhiasannya, maka kemarilah agar kuberikan kepadamu mut'ah dan aku ceraikan kamu dengan cara yang baik." (QS. Al-Ahzab 33 : Ayat 28)وَاِ نْ كُنْتُنَّ تُرِدْنَ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ وَا لدَّا رَ الْاٰ خِرَةَ فَاِ نَّ اللّٰهَ اَعَدَّ لِلْمُحْسِنٰتِ مِنْكُنَّ اَجْرًا عَظِيْمًا"Dan jika kamu menginginkan Allah dan Rasul-Nya dan negeri akhirat, maka sesungguhnya Allah menyediakan pahala yang besar bagi siapa yang berbuat baik di antara kamu." (QS. Al-Ahzab 33 : Ayat 29)
Rasulullah ﷺ tinggal jauh darinya istri-istrinya itu selama sebulan di sebuah ruangan bernama Khazanah dan seorang budak bernama Rabah sedang duduk di depan pintu kamar.
Setelah kejadian itu, tersebar kabar yang meresahkan bahwa Rasulullah ﷺ menceraikan istrinya. Yang paling merasakan keresahan adalah Umar bin Khaththab sehingga ia menemukan putrinya sedang menangis.
Umar bin Khathab berkata,
"Sepertinya Rasulullah ﷺ menceraikanmu."
Dengan isak tangis, Hafshah menjawab,
"Aku tidak tahu."
Umar berkata,
"Beliau ﷺ menceraikan mu sekali dan merujuk mu lagi demi aku. Jika dia ceraikan dirimu lagi, aku tidak akan berbicara denganmu selamanya."
Hafshah menangis dan menyesali kelalaian dirinya terhadap suami dan ayahnya. Setelah beberapa hari Rasulullah ﷺ menyendiri, belum ada seorang pun yang dapat memastikan apakah Beliau ﷺ menceraikan istri-istrinya atau tidak. Karena tidak sabar, Umar mendatangi khazanah untuk menemui Rasulullah ﷺ yang sedang menyendiri.
Umar menemui Rasulullah ﷺ bukan karena anaknya, melainkan karena cintanya kepada Beliau ﷺ dan merasa sangat sedih melihat keadaan Beliau ﷺ, di samping memang ingin memastikan isu yang tersebar. Dia merasa putrinyalah yang menjadi penyebab kesedihan Beliau ﷺ. Umar pun meminta penjelasan dari Nabi ﷺ walaupun di sisi lain dia sangat yakin bahwa Beliau ﷺ tidak akan menceraikan istri-istrinya.
Dan memang benar, Rasulullah ﷺ tidak akan menceraikan istri-istri Beliau ﷺ sehingga Umar meminta izin untuk mengumumkan kabar gembira itu kepada kaum muslimin. Umar bin Khathab pergi ke masjid dan mengabarkan bahwa Rasulullah ﷺ tidak menceraikan istri-istri Beliau ﷺ. Kaum muslimin pun menyambut gembira kabar tersebut, dan tentu yang lebih gembira lagi adalah istri-istri Beliau ﷺ.
Setelah sebulan penuh Rasulullah ﷺ menjauh dari istrinya dan kembali kepada mereka dan melihat penyesalan di wajah mereka. Mereka kembali kepada Allah dan Rasul-Nya. Untuk lebih meyakinkan, ia menyatakan taubatnya kepada umat Islam. Hafshah dapat dikatakan sebagai istri Nabi ﷺ yang paling menyesal, sehingga ia mendekati Allah dengan sepenuh hati dan menjadikannya tebusan kepada Rasulullah ﷺ. Hafshah meningkatkan ibadah, terutama puasa dan shalat malam, yang terus berlanjut bahkan setelah Nabi ﷺ wafat. Bahkan pada masa kekhalifahan Abu Bakar dan Umar, Hafshah mengikuti penaklukan-penaklukan besar, baik di Timur maupun di Barat.
Hafshah merasa sangat kehilangan ketika ayahnya meninggal di tangan Abu Lu'luah, ia hidup sampai masa kekhalifahan Usman ketika terjadi fitnah besar di kalangan umat Islam menuntut balas dendam atas kematian Khalifah Utsman sampai saat pelantikan Ali bin Abi Thalib sebagai Khalifah. Saat itu Hafshah berada di kubu Aisyah seperti dia katakan, "Pendapat saya seperti pendapat Aisyah." Namun, dia tidak termasuk golongan orang yang menyatakan bai'at kepada Ali bin Abi Thalib karena saudaranya, Abdullah bin Umar, memintanya untuk tinggal di rumah dan tidak keluar untuk menyatakan bai'atnya.
Mengenai wafatnya Hafshah binti Umar, beberapa perawi mengatakan bahwa Sayyidah Hafshah meninggal pada tahun ke-47 di masa pemerintahan Mu'awiyah bin Abu Sufyan. Dia dimakamkan di Baqi' di sebelah makam istri-istri Nabi ﷺ lainnya.
Pemilik Mushaf Pertama, Hafsyah binti Umar
Hafshah memiliki karya besar untuk Islam yaitu mengumpulkan Al-Qur'an di tangannya setelah dihapus karena dia adalah satu-satunya istri Nabi ﷺ yang bisa membaca dan menulis dengan baik. Pada masa Rasulullah ﷺ, Al-Qur'an terjaga dalam dada dan dihafal oleh para sahabat untuk kemudian ditulis di pelepah kurma atau lembaran-lembaran yang tidak terkumpul di dalam satu kitab yang khusus.
Pada masa kekhalifahan Abu Bakar Ash-Shiddiq, banyak penghafal Al-Qur'an wafat dalam pertempuran Riddah (perang melawan kaum murtadin). Kondisi tersebut mendorong Umar bin Khaththab mendesak Abu Bakar untuk mengumpulkan Al-Qur'an yang berserakan. Awalnya, Abu Bakar khawatir bahwa menyusun Al-Qur'an menjadi sebuah buku adalah sesuatu yang terjadi karena tidak pernah dilakukan pada masa Nabi ﷺ.
Akhirnya atas desakan Umar bin Khathab, Abu Bakar memerintahkan Hafshah untuk mengumpulkan, menyimpan, dan Al-Qur'an. Mushaf asli Al-Qur'an itu berada di rumah Hafshah sampai ia wafat.
Semoga rahmat Allah selalu tercurah pada Hafshah Radhiyallahu 'Anha dan semoga Allah memberinya tempat yang layak di sisi-Nya. Aamiin...
#hafsah binti umar, #bin dan binti, #kisah islami, #binti dan bin, #bin binti, #binti atau bin, #hafshah istri rasulullah, #kisah hafshah binti umar, #kisah umar, #kisah hafsah binti umar, #bin binti adalah, #hafshah adalah umat, #kisah hafshah istri rasulullah, #hafshah istri nabi, #istri rasulullah hafsah, #kisah istri rasulullah hafsah,