Kisah Saudah binti Zam'ah
Saudah binti Zam'ah
Meski Saudah binti Zam'ah tidak sangat terkenal dibanding dengan istri Rasulullah ﷺ yang lain, ia senantiasa tercantum perempuan yang mempunyai martabat yang mulia serta peran yang besar di sisi Allah serta Rasul- Nya. Ia sudah turut berjihad di jalur Allah serta tercantum perempuan yang awal kali hijrah ke Madinah. Ekspedisi hidupnya penuh dengan teladan yang baik, paling utama untuk wanita-wanita sesudahnya.
Rasulullah ﷺ menikahinya bukan sekedar sebab harta serta kecantikannya, sebab memanglah ia tidak terkategori perempuan menawan serta kaya. Yang dilihat Rasulullah ﷺ merupakan semangat jihadnya di jalur Allah, kecerdasan otaknya, ekspedisi hidupnya yang tetap baik, keimanan, dan keikhlasannya kepada Allah serta Rasul- Nya.
Saudah binti Zam'ah, Seseorang Janda
Sudah kita tahu kalau pada tahun- fahun kesedihan sebab ditinggal meninggal oleh Abu Thalib serta Khadijah, Rasulullah ﷺ tengah hadapi masa susah. Keadaan semacam itu dimanfaatkan olah orang-orang Quraisy buat menyiksa Rasulullah ﷺ serta kalangan muslimin. Pada tahun-tahun ini, terasa cobaan serta kesedihan tiba sangat besar serta silih berubah.
Kala itu, Rasulullah ﷺ berpikir buat kembali ke Tsaqif ataupun Thaif, dengan harapan supaya orang-orang di Thaif mendapatkan anugerah buat masuk Islam serta menolong dia. Hendak namun, warga Tsaqif menolak mentah-mentah kedatangan Beliau ﷺ, apalagi mereka memerintahkan kanak-kanak mereka melempari Rasulullah ﷺ dengan batu, sampai kedua tungkak dia cedera serta berdarah. Meski begitu, Beliau ﷺ senantiasa tabah, apalagi senantiasa mendoakan mereka supaya mendapatkan anugerah.
Dalam kondisi kesepian setelah kematian Khadijah, terjadilah kejadian Isra' Mi'raj. Malaikat Jibril bawa Rasulullah ﷺ ke Baitul Maqdis dengan kendaraan Buraq, setelah itu mengarah langit ke 7, serta di situ Rasulullah ﷺ melihat isyarat kebesaran Allah. Kala kembali ke Mekah, Rasulullah ﷺ mengarah Ka'bah serta mengumpulkan orang-orang buat mencermati cerita ekspedisi Beliau ﷺ yang sangat luar biasa itu.
Kalangan musyrikin yang mendengar cerita itu tidak memercayainya, apalagi mengolok-olok Rasulullah ﷺ, bertambahlah hambatan serta rintangan yang wajib Beliau ﷺ hadapi. Dalam keadaan semacam itu, tampillah Saudah binti Zam'ah yang turut berjuang serta tetap menunjang Rasulullah ﷺ, setelah itu ia jadi istri Rasulullah ﷺ yang kedua sehabis Khadijah binti Khuwailid.
Ada sebagian cerita yang menyertai perkawinan Rasulullah ﷺ dengan Saudah binti Zum'ah. Tersebutlah Khaulah binti Hakim, salah seseorang mujahid perempuan yang awal masuk Islam. Khaulah merupakan istri Ustman bin Madh'um. Ia yang diketahui selaku perempuan yang berpendirian kokoh, berani, serta pintar, sehingga ia mempunyai nilai tertentu untuk Rasulullah ﷺ.
Lewat kehalusan perasaan serta kelembutan fitrahnya, Khaulah sangat menguasai keadaan Rasulullah ﷺ yang sangat memerlukan pasangan, yang nantinya hendak melindungi serta mengawasi urusan Beliau ﷺ dan mengurus Ummu Kultsum serta Fathimah sehabis Zainab serta Ruqayah menikah. Pada mulanya, Utsman bin Madh'um kurang setuju dengan pemikiran Khaulah, sebab takut perihal itu hendak menaikkan beban Rasulullah ﷺ, tetapi ia senantiasa pada pendiriannya.
Setelah itu Khaulah menemui Rasulullah ﷺ serta bertanya langsung tentang orang yang hendak mengurus rumah tangga Beliau ﷺ. Dengan saksama, beliau ﷺ mencermati segala statement Khaulah sebab baru awal kali ini terdapat orang yang mencermati permasalahan rumah tangga Rasulullah ﷺ dalam keadaan beliau ﷺ yang sangat padat jadwal dalam menyebarkan agama Allah.
Rasulullah ﷺ memandang kalau apa yang diungkapkan Khaulah memiliki kebenaran, sehingga Rasulullah ﷺ juga bertanya kepada Khaulah,
"Siapakah yang kau seleksi untukku ?"
Khaulah menanggapi,
"Bila engkau menginginkan seseorang wanita, ia merupakan Aisyah binti Abu Bakar, serta bila yang engkau mau merupakan seseorang janda, ia merupakan Saudah binti Zam'ah."
Rasulullah ﷺ mengingat nama Saudah binti Zam'ah, yang semenjak keislamannya begitu banyak memikul beban perjuangan menyebarkan Islam, sehingga opsi Beliau ﷺ jatuh pada Saudah.
Rasulullah ﷺ memilah janda yang namanya cuma diketahui oleh sebagian orang. Perkawinan beliau ﷺ dengannya tidak didorong oleh kemauan buat penuhi nafsu duniawi, namun lebih sebab Rasulullah ﷺ percaya kalau Saudah bisa turut dan melindungi keluarga serta rumah tangga dia sehabis Khadijah meninggal.
Bila kita giat menyimak sebagian catatan sejarah tentang kehidupan Rasulullah ﷺ yang berkaitan dengan Saudah binti Zam'ah, kita hendak menciptakan sebagian penjelasan tentang wujud Saudah.
Saudah merupakan seseorang perempuan yang besar, berbadan gendut, tidak menawan, pula tidak kaya. Ia merupakan janda yang ditinggal mati suaminya. Rasulullah ﷺ memilihnya selaku istri sebab kandungan keimanannya yang kuat. Ia tercantum perempuan awal yang masuk Islam serta tabah menanggung kesusahan hidup.
Nasab serta Keislaman Saudah binti Zam'ah
Saudah binti Zam'ah yang bernama lengkap Saudah binti Zam'ah bin Abdi Syamsin bin Abdud dari Suku Quraisy Amiriyah. Nasabnya ini berjumpa dengan Rasulullah ﷺ pada Luay bin Ghalib. Di antara keluarganya, ia diketahui mempunyai otak brilian serta berpandangan luas. Awal kali ia menikah dengan anak pamannya, Syukran bin Amr, serta jadi istri yang setia serta tulus.
Kala Rasulullah ﷺ menyebarkan Islam dengan terang-terangan, suaminya, Syukran, tercantum orang yang awal kali menerima anugerah Allah. Ia memeluk Islam bersama kelompok orang dari Bani Qais bin Abdu Syamsin. Sehabis berbai'at di hadapan Nabi Muhammad ﷺ, ia lekas menemui istrinya, Saudah, serta memberitakan tentang keislaman dan agama baru yang dianutnya. Kecemerlangan benak serta hatinya menimbulkan Saudah kilat menguasai ajaran Islam buat berikutnya menjajaki suami jadi seseorang muslimah.
Saudah binti Zam'ah Hijrah ke Habbasyah
Keislaman Syukran, Saudah, serta sebagian orang yang menjajaki jejak mereka berdampak cemo'ohan, penganiayaan, serta pengasingan dari keluarga terdekat mereka. Sebab itu, Syukran menemui Rasulullah ﷺ beserta sebagian keluarganya yang telah memeluk Islam, semacam saudaranya (Saud serta Hatib), keponakannya (Abdullah bin Sahil bin Amr), ditambah kerabat kandung Saudah (Malik bin Zum'ah).
Rasulullah ﷺ menasihati supaya mereka senantiasa kuat berpegang pada akidah serta menganjurkan supaya mereka hijrah ke Habasyah, menjajaki saudara-saudara seiman yang sudah terlebih dulu hijrah, semacam Utsman bin Affan serta istrinya, Ruqayah binti Muhammad. Kesimpulannya, kalangan muslimin memutuskan buat hijrah. Di antara kalangan muslimin yang hijrah ke 2 ke Habasyah, ada Saudah yang ikut merasakan pedihnya meninggalkan kampung taman dan sulitnya menempuh ekspedisi serta cuaca kurang baik demi menegakkan agama yang diyakininya.
Di Habasyah mereka disambut serta diperlakukan baik oleh Raja Habasyah meski kepercayaan mereka berbeda, sehingga sebagian hari lamanya mereka jadi tamu raja. Hendak namun, rasa rindu mereka serta kemauan buat memandang wajah Rasulullah ﷺ mendera mereka. Sembari menunggu waktu yang pas buat kembali ke Mekah, mereka mengisi waktu dengan mengenang kehangatan berkumpul dengan Rasulullah ﷺ serta saudara-saudara seiman di Mekah.
Kala mendengar keislaman Umar bin Khaththab, mereka menyongsong dengan suka cita. Betapa tidak, Umar bin Khaththab merupakan pemuka Quraisy yang disegani. Sebab itu, mereka memutuskan buat kembali ke Mekah dengan harapan Umar bisa menjamin keselamatan mereka serta kendala kalangan Quraisy. Di antara mereka yang turut kembali merupakan Syukran bin Amr. Hendak namun, dalam ekspedisi, Syukran jatuh sakit sebab kelaparan semenjak kakinya tiba tanah Habasyah. Kesimpulannya ia wafat di tengah ekspedisi mengarah Mekah.
Betapa pilu perasaan Saudah binti Zum'ah kala mendengar suaminya wafat dunia. Baru saja ia hadapi betapa sedihnya meninggalkan kampung taman, sulitnya Hijrah ke Habasyah, cemo'ohan, serta penganiayaan orang-orang Quraisy, saat ini ia wajib merasakan sedihnya ditinggal suami. Ia merasa kehabisan orang yang tetap bersamanya dalam jihad di jalur Allah.
Rahmat Allah Kepada Saudah binti Zam'ah
Saudah binti Zam'ah menanggung seluruh derita itu dengan kepasrahan serta ketabahan, dan menyerahkan seluruhnya kepada Allah dengan tetap mengharapkan keridhaan-Nya. Ia kembali ke Mekah selaku salah satunya janda, dengan ditaksir kalau kondisi kalangan muslimin di Mekah telah membaik sehabis sebagian pemuka Quraisy melaporkan memeluk Islam.
Hendak namun, nyatanya kezaliman orang-orang Quraisy senantiasa menggila. Dalam keadaan semacam itu, tidak terdapat opsi lain menurutnya tidak hanya kembali ke rumah bapaknya, Zam'ah bin Qais yang masih memeluk agama nenek moyang. Hendak namun, Zam'ah bin Qais senantiasa menerima serta menghormati putrinya. Tidak sedikit juga ia berupaya membujuk supaya putrinya meninggalkan Islam serta kembali menganut keyakinan nenek moyang.
Kala Khaulah binti Hakim berupaya mencarikan istri buat Rasulullah ﷺ, ia menyebut nama Saudah. Dalam diri Saudah, Rasulullah ﷺ tidak melihat kecantikannya, namun lebih memandang kalau Saudah merupakan wujud perempuan yang tabah, mujahidah yang hijrah bersama kalangan muslimin, serta sanggup jadi pemimpin di rumah bapaknya yang masih musyrik.
Sebab seperti itu, Rasulullah ﷺ tergerak menikahinya serta menjadikannya selaku istri yang hendak meringankan beban hidupnya. Khaulah menemui Saudah serta mengantarkan berita gembira kalau tidak seluruh perempuan dianugerahi Allah jadi istri Rasulullah ﷺ dan jadi istri manusia yang sangat mulia serta hamba pilihan-Nya.
Kala berjumpa dengan Saudah, Khaulah berteriak,
"Apa gerangan yang sudah engkau perbuat sehingga Allah memberkahimu dengan nikmat yang sebesar ini ? Rasulullah ﷺ mengutusku buat meminang engkau menurutnya."
Sangat, perihal itu ialah kabar besar. Saudah tidak sempat memimpikan kehormatan sebesar itu, paling utama sehabis orang-orang mencampakkannya sebab kematian suaminya. Rasulullah ﷺ yang mulia betul-betul hendak menjadikannya selaku istri. Dengan perasaan terharu ia menyetujui permintaan itu serta memohon Khaulah menemui bapaknya.
Sehabis Zam'ah bin Qais mengenali siapa yang hendak meminang putrinya, serta Saudah juga telah sepakat, lamaran itu langsung diterimanya, setelah itu memohon Rasulullah Muhammad ﷺ tiba ke rumahnya. Rasulullah ﷺ penuhi undangan tersebut bersama Khaulah, serta pernikahan itu terlaksana dengan baik.
Berada di Tempat Tinggal Rasulullah ﷺ
Saudah mulai memasuki tempat tinggal tangga Rasulullah ﷺ, dan di dalamnya dia merasakan kehormatan yang amat besar sebagai wanita. Dia merawat Ummu Kultsum dan Fathimah layaknya merawat anaknya sendiri. Ummu Kultsum dan Fathimah pun menghargai dan memperlakukan Saudah bersama baik.
Saudah mempunyai kelembutan dan kesabaran yang mampu menghibur hati Rasulullah ﷺ, sekaligus memberi semangat. Dia bukan sangat berharap dirinya bisa sejajar bersama Khadijah di hati Rasulullah ﷺ. Dia lumayan bahagia bersama dengan posisinya sebagai istri Rasulullah ﷺ dan Ummul Mukminin.
Kelembutan dan kemanisan tutur katanya bisa menggantikan wajahnya yang bukan begitu cantik, tubuhnya yang gemuk, dan umurnya yang telah tua. Apa pun yang dia jalankan semata-mata untuk menghilangkan kesedihan Rasulullah ﷺ. Sewaktu pas dia meriwayatkan hadits-hadits beliau untuk perlihatkan puas cintanya di hadapan Nabi Muhammad ﷺ.
Lebih dari satu bulan lamanya Saudah berada di tengah keluarga Rasulullah ﷺ. Keakraban dan keharmonisan mulai terjalin antara dirinya dan Rasulullah ﷺ. Dia bukan dulu melaksanakan apa pun yang sanggup menyakitkan Rasulullah ﷺ.
Akan namun, terhadap dasarnya, dia belum dapat mengisi kekosongan hati Rasulullah ﷺ, meskipun dia sudah mendapatkan limpahan kasih berasal dari beliau, agar sebagian kala lantas turun wahyu Allah yang memerintahkan Rasulullah ﷺ menikahi Aisyah binti Abu Bakar yang masih amat belia.
Rasulullah ﷺ menemui Abu Bakar dan menjelaskan makna wahyu Allah kepadanya. Bersama dengan kerelaan hati, Abu Bakar terima putrinya menikah bersama Rasulullah ﷺ, dan disuruhnya Aisyah menemui Beliau ﷺ. Sehabis meminta Aisyah, Rasulullah ﷺ mengumumkan pinangan pada Aisyah.
Sesudah itu, sikap apa yang ditunaikan Saudah ketika menyadari pertunangan itu ? Dia rela dan bukan sedikit pun miliki perasaan cemburu. Dia merelakan madunya berada di tengah keluarga Rasulullah ﷺ. Dia merasa memadai bangga menyandang gelar Ummul Mukminin, mampu menyayangi Rasulullah ﷺ, dan mampu meyakini ajarannya, agar dia bukan terpengaruh oleh kepentingan duniawi.
Hijrahnya Saudah binti Zam'ah ke Madinah
Pertama kali Rasulullah ﷺ hijrah ke Madinah tanpa keluarga. Sesudah menetap di suatu tempat tinggal, beliau mengutus seseorang membawa keluarganya, terhitung Saudah binti Zam'ah. Dengan Ummu Kultsum dan Fathimah, Saudah menuju Madinah, dan tersebut merupakan hijrahnya yang kedua sesudah ke Habasyah. Bedanya, sekarang ini dia hijrah menuju negeri muslim yang masyarakatnya telah berbai'at setia kepada Rasulullah ﷺ.
Sesudah masjid Nabawi di Yatsrib selesai dibangun, dibangunlah tempat tinggal Rasulullah ﷺ di samping masjid itu. Di tempat tinggal itulah Saudah dan putri-putri Nabi ﷺ tinggal, sampai Ummu Kultsum dan Fathimah menyayangi Saudah layaknya kepada ibu kandung sendiri.
Sesudah rakyat Islam di Yatsrib terbentuk dan wahana ibadah selesai dibangun, Abu Bakar mengingatkan Rasulullah ﷺ supaya langsung menikahi putrinya, "Bukankah engkau hendak membangun keluargamu, ya Rasul ?"
Ketika tersebut kehidupan Rasulullah ﷺ tersibukkan oleh dakwah dan jihad di jalan Allah, agar kepentingan pribadinya bukan sempat terpikirkan. Ketika Abu Bakar mengingatkan, barulah Beliau ﷺ mengerti dan langsung menikahi Aisyah. Sesudah itu Rasulullah ﷺ membangun kamar untuk Aisyah yang bersebelahan bersama kamar Saudah.
Sikap Hidup Saudah binti Zam'ah
Sejarah berlimpah mencatat sikap Saudah pada Aisyah binti Abu Bakar. Wajahnya senantiasa ceria dan tutur katanya selalu lembut, apalagi dia kerap menopang merampungkan urusan-urusan Aisyah, agar Aisyah terlalu mencintai Saudah. Begitulah kecintaannya kepada Rasulullah ﷺ amat erat di dasar hati.
Segala sesuatunya dia niatkan untuk mendapatkan kerelaan Rasulullah ﷺ lewat darma yang tulus pada keluarga Beliau ﷺ, tanpa keluh kesah. Baginya, kenikmatan yang paling besar di global ini adalah lihat Rasulullah ﷺ puas dan tertawa.
Aisyah berkata,
"Bukan tersedia wanita yang lebih aku cintai untuk berkumpul bersamanya tak hanya Saudah binti Zam'ah, sebab dia punya keunggulan yang bukan dimiiki wanita lain."
Tersebut merupakan pengakuan Aisyah, wanita yang pikirannya cerdas dan senantiasa jernih, yang selalu menghendaki dengan Saudah di dalam jihad, keyakinan, kesabaran, dan keteguhannya. Saudah merelakan malam-malam gilirannya untuk Aisyah semata-mata untuk beroleh keridhaan Rasulullah ﷺ.
Aisyah mengisahkan, ketika usia Saudah semakin uzur dan Rasulullah ﷺ mengidamkan menceraikannya, Saudah berkata,
"Aku mohon jangan ceraikan diriku. Aku menghendaki selalu berkumpul bersama istri-istrimu. Aku rela menyerahkan malam-malam ku untuk Aisyah. Aku telah bukan menghendaki kembali apa pun yang biasa diinginkan kaum wanita."
Rasulullah ﷺ pun mengurungkan niatnya. Sebenarnya Rasulullah ﷺ mengidamkan menceraikan Saudah bersama baik-baik supaya Saudah bukan bermasalah bersama istri-istri beliau yang lainnya. Akan tapi, Saudah inginkan Rasulullah ﷺ terus mengikatnya sampai akhir hayatnya sehingga dia mampu berkumpul bersama dengan istri-istri Rasulullah. Alasan itulah yang memicu Rasulullah ﷺ konsisten menjaga pernikahannya bersama Saudah.
Saudah mendampingi Rasulullah ﷺ didalam Perang Khaibar. Biasanya, sebelum berangkat berperang, Rasulullah ﷺ mengundi dahulu istri yang akan menyertai Beliau ﷺ. Didalam Perang Khaibar, undian jatuh terhadap diri Saudah, dan kali ini Rasulullah ﷺ disertai pendamping yang sabar. Di dalam perang ini segudang sekali kesulitan yang dialami Saudah, dikarenakan berlimpah juga kaum muslimin yang syahid sebelum Allah memberi tambahan kemenangan kepada mereka.
Didalam kemenangannya, kaum muslimin mendapatkan tak terhitung rampasan perang yang belum dulu mereka alami terhadap peperangan lainnya. Saudah pun meraih bagian rampasan perang ini. Terhadap peperangan ini pula Rasulullah ﷺ menikahi Shafiyyah binti Huyay bin Akhtab. Mendengar hal tersebut pun Saudah terus rela dan terima kehadiran Shafiyyah dikarenakan hatinya higienis berasal dari ciri-ciri iri dan cemburu.
Saudah menunaikan haji wada' bersama dengan istri-istri Rasul ﷺ lainnya. Sehabis Rasulullah ﷺ meninggal, Saudah bukan dulu ulang menunaikan ibadah haji sebab risi melanggar aturan Beliau ﷺ. Sebagian pas sesudah haji wada', Rasulullah ﷺ sakit keras. Rasulullah ﷺ meminta persetujuan istri-istri Beliau ﷺ yang lain untuk tinggal di tempat tinggal Aisyah. Ketika Nabi Muhammad ﷺ sakit, Saudah bukan dulu putus-putusnya menjenguk beliau dan menolong Aisyah hingga Beliau ﷺ wafat.
Sehabis Rasulullah ﷺ wafat, dia memutuskan untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah. Harta bagiannya dan Baitul mal lebih dari satu besar dia salurkan di jalan Allah bersama dengan semata-mata mengharapkan keridhaan-Nya. Dia bukan pernah meninggalkan kamarnya kalau untuk keperluan yang mendesak. Terhadap sementara selagi layaknya tersebut Abu Bakar selalu menjenguknya gara-gara dia memahami bahwa Saudah terlalu mencintai putrinya.
Terhadap jaman kekhalifahan Umar bin Khaththab, Saudah terus menyendiri untuk beribadah sampai ajal menjemputnya. Lebih dari satu riwayat menyebutkan bahwa Saudah binti Zam'ah meninggal terhadap tahun ke-19 Hijrah, kala tersebut tersedia juga riwayat yang mengatakan bahwa dia meninggal terhadap tahun ke-54 Hijrah. Yang lebih mendekati kebenaran adalah pendapat pertama, sebab terhadap zaman Rasulullah ﷺ pun Saudah telah terhitung tua.
Pembawaan dan Keutamaan Saudah binti Zam'ah
Hal istimewa yang dimiliki Saudah adalah kekuatannya dan keteguhannya di dalam menanggung derita, layaknya pengusiran, penganiayaan, dan bentuk kezaliman lainnya, baik yang datangnya berasal dari kaum Quraisy maupun dari keluarganya sendiri. Hal layaknya tersebut bukan ringan dia melaksanakan, sebab perjalanan yang wajib ditempuhnya tersebut terlampau sulit dan juga perasaan yang berat ketika mesti meninggalkan keluarga dan kampung halaman.
Pembawaan mulia yang juga menonjol darinya adalah kesabaran dan keridhaannya terima takdir Allah ketika suaminya meninggal, kudu lagi ke tempat tinggal orang tua yang masih musyrik, sampai Rasulullah ﷺ memilihnya jadi istri. Selama berada di tengah-tengah Rasulullah ﷺ, keimanan dan ketakwaannya bertambah. Dia pun bertambah rajin beribadah. Jelasnya, kandungan keimanannya berada di atas manusia rata-rata. Di dalam hatinya bukan dulu tersedia perasaan cemburu pada istri-istri Rasulullah ﷺ lainnya.
Saudah pun dikenal bersama kemurahan hatinya dan bahagia bersedekah. Terhadap lebih dari satu riwayat dikatakan bahwa Saudah paling getol bersedekah di jalan Allah, baik ketika Rasulullah ﷺ masih hidup maupun terhadap zaman berikutnya, yaitu terhadap zaman kekhalifahan Abu Bakar dan Umar.
Karakter yang ceria dan menggembirakan dia curahkan untuk menghibur Rasulullah ﷺ. Ciri-ciri layaknya tersebut merupakan teladan yang baik bagi tiap-tiap istri sampai sementara ini.
Semoga rahmat Allah senantiasa menyertai Sayyidah Saudah binti Zam'ah dan semoga Allah memberinya area yang layak di sisi-Nya, Aamiin...
Wafatnya Saudah binti Zam'ah
Saudah binti Zam'ah meninggal di akhir kekhalifahan Umar di Madinah terhadap tahun 54 Hijriyah. Sebelum dia meninggal dia mewariskan rumahnya kepada Aisyah Radhiyallahu 'Anha. Semoga Allah meridhainya dan membalasnya bersama kebaikan yang melimpah.
#kisah islami, #kisah istri rasulullah, #saudah istri rasulullah, #kisah istri nabi, #saudah istri nabi, #kisah istri istri rasulullah, #kisah kisah istri rasulullah, #kisah saudah istri rasulullah, #kisah istri para nabi, #kisah para istri nabi, #kisah para istri rasulullah,