"Dia mengaku menurut anggapannya sendiri, bahwasanya dia berharap kepada Allah ﷻ. Demi Allah Yang Maha Besar, dia telah berkata dusta. Jika dia berkata benar, mengapa harapannya kepada Allah ﷻ tidak terlihat dalam perbuatannya ? Sebab, barangsiapa yang berharap (akan sesuatu), pasti harapannya akan diketahui lewat perbuatannya. Setiap harapan mengandung aib kecuali harapan kepada Allah ﷻ. Dia berharap kepada Allah ﷻ untuk mendapatkan hal yang besar, namun dia berharap kepada sesama hamba untuk hal yang kecil. Maka, dia memberi kepada si hamba apa yang tidak diberikannya kepada Tuhannya.
Alangkah mengherankannya, mengapa Allah Yang Maha Besar pujian-Nya diperlakukan kurang dari pada perlakuannya terhadap hamba-hamba-Nya ? Apakah kamu khawatir, bahwasanya harapanmu kepada-Nya adalah kedustaan ? Ataukah kamu beranggapan bahwa tidak ada tempat bagi-Nya untuk berharap kepada-Nya ?
Demikian juga jika dia merasa takut kepada salah seorang hamba, dia lebih takut kepada orang itu dari pada kepada Tuhannya. Maka, dia membayar ketakutan kepada si hamba dengan pembayaran tunai, sementara dia membayar ketakutannya kepada Tuhannya dengan janji-janji yang selalu ditunda.
Dan demikian juga jika dunia ini menjadi besar dalam pandangannya dan menempati porsi yang besar dalam hatinya, niscaya dia akan lebih mengutamakannya dari pada Allah ﷻ, lalu dia pun akan mencurahkan segala pikirannya kepadanya dan menjadi hamba baginya."
"Sungguh mengherankan, orang yang takut pada siksaan seorang penguasa, padahal siksaan itu pendek masanya, sementara dia tidak takut terhadap siksa Allah ﷻ Yang Maha Kuasa, padahal siksa-Nya terus berkelanjutan (kekal)."